Menanti Data Inflasi PCE AS, Bagaimana Nasib Rupiah Selanjutnya?
Dilansir dari CNBC Indonesia, Rupiah tercatat menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS), naik sebesar 0,03% menjadi Rp16.395/US$. Namun demikian, penguatan ini masih belum cukup kuat untuk mengatasi dampak zona terpuruk akibat Pandemi COVID-19.
Pergerakan rupiah diperkirakan akan tetap volatil menjelang rilis data inflasi PCE AS, yang diproyeksikan menurun menjadi 2,6% year on year untuk bulan Mei, sedikit lebih rendah dibandingkan April yang mencatatkan 2,7% yoy. Data ini dianggap krusial karena dapat mempengaruhi kebijakan The Fed terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS (DXY) mengalami koreksi tipis 0,04% menjadi 105,88. Koreksi ini melanjutkan pelemahan dari hari sebelumnya yang mencapai 0,12%. Di pasar NDF, pergerakan rupiah menguat menuju posisi Rp16.381,50/US$.
Di dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatiran terhadap penurunan signifikan penerimaan pajak hingga 8,4% menjadi Rp760,4 triliun per Mei 2024. Angka ini menurun dibandingkan dengan Rp830,5 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan pajak ini baru mencapai 36,2% dari target tahun ini yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa penurunan ini terutama dipengaruhi oleh kontribusi yang lebih rendah dari pajak penghasilan non-migas yang turun 5,41% menjadi Rp443,72 triliun, serta pajak penghasilan migas yang hanya mencapai Rp29,31 triliun, turun 20,64%. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga komoditas pada tahun sebelumnya, yang mengakibatkan penurunan profitabilitas di sektor usaha terkait komoditas.